Chelsea Football Club

Selasa, 06 November 2012

Sistem Ekonomi Kerakyatan Melalui Wadah Gerakan Ekonomi Indonesia.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Koperasi Indonesia muncul dalam Pasal 33 UUD 1945. Khususnya dalam Penjelasan-nya. Meskipun Pasal 33 telah diamandemen dan Penjelasan tidak lagi ada namun secara ideologis dan historis-normatif koperasi tidak bisa dilepaskan dari Pasal 33. Bukan Pasal 33 yang melahirkan koperasi, tetapi gerakan koperasilah (yang menyadari makna demokrasi ekonomi di zaman prakemerdekaan) yang melahirkan Pasal 33 UUD 1945.
Hingga sekarang UUD 1945 yang telah diamandemen masih merupakan persoalan yang belum berakhir, merupakan pertentangan nasional serius dan masih harus dianggap belum final. Gerakan koperasi harus tetap bertekad memperjuangkan cita-cita dasarnya agar amandemen tersebut diamandemen ulang. Perkataan serta ide dasar koperasi harus tetap diperjuangkan oleh gerakan koperasi agar dapat tercantum kembali di dalam UUD 1945. Tekad ini berdasarkan alasan yang sangat mendasar, yaitu: sesuai dengan kesepakatan 11 Fraksi di MPR maka hal-hal yang bersifat normatif dalam Penjelasan UUD 1945 harus dapat diangkat di dalam pasal-pasal hasil amandemen. “Koperasi sebagai bangun perusahaan yang sesuai”, jelas merupakan hal yang normatif. Hal ini telah diingkari oleh MPR/PAH I dan Komisi Amandemen. Dengan demikian koperasi yang berkedudukan sangat sentral di dalam Pasal UUD 1945 (asli) telah disingkirkan, dengan kata lain Pasal 33 UUD 1945 tidak diamandemenkan tetapi telah secara normatif-substantif diubah.
Dengan demikian di dalam pengajaran mata kuliah Koperasi, maka silabus mata kuliah Koperasi harus dengan tegas meliputi tataran makro dan tataran mikro.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui kinerja Sistem Ekonomi Kerakyatan Melalui  Wadah Gerakan Koperasi Indonesia.

BAB II
PERMASALAHAN

2.1 Permasalahan
Di antara tugas berat pemerintahan baru dibawah Presiden Susilo Bambang Yudoyono adalah bagaimana membangkitkan kembali dan sekaligus mengakselerasikan pertumbuhan ekonomi nasional pasca krisis moneter. Ekonomi kerakyatan sebagai suatu sistem ekonomi yang memberikan pemihakan kepada pelaku ekonomi lemah kiranya pantas mendapatkan prioritas utama penanganan. Hal ini bukan saja karena ekonomi kerakyatan memiliki pijakan konstitusional yang kuat, namun juga karena ia gayut langsung dengan nadi kehidupan rakyat kecil yang secara obyektif perlu lebih diberdayakan agar mampu menjadi salah satu ‘engine’ bagi peningkatan kesejahteraan rakyat (social welfare) dan sekaligus alat ampuh untuk lebih memeratakan ‘kue pembangunan’ sejalan dengan program pengentasan kemiskinan (poverty alleviation).
1.      Pengantar
Krisis moneter yang melanda beberapa negara di kawasan Asia (Korea, Thailand, Indonesia, Malaysia) pada tahun 1997 setidaknya menjadi saksi sejarah dan sekaligus memberikan pelajaran sangat berharga bahwa sesungguhnya pengembangan ekonomi bangsa yang berbasis konglomerasi itu rentan terhadap badai krisis moneter. Sementara itu, pada saat yang sama kita dapat menyaksikan bahwa ekonomi kerakyatan (diantara mereka adalah koperasi), yang sangat berbeda jauh karakteristiknya dengan ekonomi konglomerasi, mampu menunjukkan daya tahannya terhadap gempuran badai krisis moneter yang melanda Indonesia.
Pada sisi lain, era globalisasi dan perdagangan bebas yang disponsori oleh kekuatan kapitalis membawa konsekuensi logis antara lain semakin ketatnya persaingan usaha diantara pelaku-pelaku ekonomi berskala internasional. Banyak pihak mengkritik, antara lain Baswir (2003), bahwa konsep perdagangan bebas cenderung mengutamakan kepentingan kaum kapitalis dan mengabaikan perbedaan kepentingan ekonomi antara berbagai strata sosial yang terdapat dalam masyarakat.
Dalam sistem perdagangan bebas tersebut, perusahaan-perusahaan multi nasional yang dikelola dengan mengedepankan prinsip ekonomi yang rasional, misalnya melalui penerapan prinsip efektifitas, efisiensi dan produktifitas akan berhadapan dengan, antara lain, koperasi yang dalam banyak hal tidak sebanding kekuatannya. Oleh karena itu agar tetap survive, maka koperasi yang oleh Anthony Giddens (dalam Rahardjo, 2002) dipopulerkan sebagai the third way, perlu diberdayakan dan melakukan antisipasi sejak dini, apakah dengan membentuk jaringan kerjasama antar koperasi dari berbagai negara, melakukan merger antar koperasi sejenis, atau melakukan langkah antisipatif lainnya.
2.      Koperasi Sebagai Penjelmaan Ekonomi Rakyat
Dalam konteks ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi, kegiatan produksi dan konsumsi dilakukan oleh semua warga masyarakat dan untuk warga masyarakat, sedangkan pengelolaannya dibawah pimpinan dan pengawasan anggota masyarakat sendiri (Mubyarto, 2002). Prinsip demokrasi ekonomi tersebut hanya dapat diimplementasikan dalam wadah koperasi yang berasaskan kekeluargaan.
Secara operasional, jika koperasi menjadi lebih berdaya, maka kegiatan produksi dan konsumsi yang jika dikerjakan sendiri-sendiri tidak akan berhasil, maka melalui koperasi yang telah mendapatkan mandat dari anggota-anggotanya hal tersebut dapat dilakukan dengan lebih berhasil. Dengan kata lain, kepentingan ekonomi rakyat, terutama kelompok masyarakat yang berada pada aras ekonomi kelas bawah (misalnya petani, nelayan, pedagang kaki lima) akan relatif lebih mudah diperjuangkan kepentingan ekonominya melalui wadah koperasi. Inilah sesungguhnya yang menjadi latar belakang pentingnya pemberdayaan koperasi.
3.      Citra dan Peran Koperasi di Berbagai Negara
Secara obyektif disadari bahwa disamping ada koperasi yang sukses dan mampu meningkatkan kesejahteraan anggotanya, terdapat pula koperasi di Indonesia (bahkan mungkin jauh lebih banyak kuantitasnya) yang kinerjanya belum seperti yang kita harapkan. Koperasi pada kategori kedua inilah yang memberi beban psikis, handycap dan juga ‘trauma’ bagi sebagian kalangan akan manfaat berkoperasi.
Oleh karena itu, disini perlu dipaparkan beberapa contoh untuk lebih meyakinkan kita semua bahwa sesungguhnya sistem koperasi mampu untuk mengelola usaha dengan baik, menyejahterakan anggotanya dan sekaligus berfungsi sebagai kekuatan pengimbang (countervailing power) dalam sistem ekonomi.
Koperasi di Jerman, misalnya, telah memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian bangsa, sebagaimana halnya koperasi-koperasi di negara-negara skandinavia. Koperasi konsumen di beberapa negara maju, misalnya Singapura, Jepang, Kanada dan Finlandia mampu menjadi pesaing terkuat perusahaan raksasa ritel asing yang mencoba masuk ke negara tersebut (Mutis, 2003). Bahkan di beberapa negara maju tersebut, mereka berusaha untuk mengarahkan perusahaannya agar berbentuk koperasi. Dengan membangun perusahaan yang berbentuk koperasi diharapkan masyarakat setempat mempunyai peluang besar untuk memanfaatkan potensi dan asset ekonomi yang ada di daerahnya.
Di Indonesia, menurut Ketua Umum Dekopin, saat ini terdapat sekitar 116.000 unit koperasi (Kompas, 2004). Ini adalah suatu jumlah yang sangat besar dan potensial untuk dikembangkan. Seandainya dari jumlah tersebut terdapat 20-30% saja yang kinerjanya bagus, tentu peran koperasi bagi perekonomian nasional akan sangat signifikan.
Sementara itu di Amerika Serikat jumlah anggota koperasi kredit (credit union) mencapai sekitar 80 juta orang dengan rerata simpanannya 3000 dollar (Mutis, 2001). Di Negara Paman Sam ini koperasi kredit berperan penting terutama di lingkungan industri, misalnya dalam pemantauan kepemilikan saham karyawan dan menyalurkan gaji karyawan. Begitu pentingnya peran koperasi kredit ini sehingga para buruh di Amerika Serikat dan Kanada sering memberikan julukan koperasi kredit sebagai people’s bank, yang dimiliki oleh anggota dan memberikan layanan kepada anggotanya pula.
Di Jepang, koperasi menjadi wadah perekonomian pedesaan yang berbasis pertanian. Peran koperasi di pedesaan Jepang telah menggantikan fungsi bank sehingga koperasi sering disebut pula sebagai ‘bank rakyat’ karena koperasi tersebut beroperasi dengan menerapkan sistem perbankan (Rahardjo, 2002).
Contoh lain adalah perdagangan bunga di Belanda. Mayoritas perdagangan bunga disana digerakkan oleh koperasi bunga yang dimiliki oleh para petani setempat. Juga Koperasi Sunkis di California (AS) yang mensuplai bahan dasar untuk pabrik Coca Cola, sehingga pabrik tersebut tidak perlu membuat kebun sendiri. Dengan demikian pabrik Coca Cola cukup membeli sunkis dari Koperasi Sunkis yang dimiliki oleh para petani sunkis (Mutis, 2001). Di Indonesia, banyak juga kita jumpai koperasi yang berhasil, misalnya GKBI yang bergerak dalam bidang usaha batik, KOPTI yang bergerak dalam bidang usaha tahu dan tempe (Krisnamurthi, 2002), Koperasi Wanita Setia Bhakti Wanita di Surabaya, dan KOSUDGAMA di Yogyakarta untuk jenis koperasi yang berbasis di perguruan tinggi, dan masih banyak contoh lagi.
4.      Pemberdayaan Koperasi: Menggali Key Success Factor
Mengkaji kisah sukses dari berbagai koperasi, terutama koperasi di Indonesia, kiranya dapat disarikan beberapa faktor kunci yang urgent dalam pengembangan dan pemberdayaan koperasi. Diantara faktor penting tersebut, antara lain:
a.     Pemahaman pengurus dan anggota akan jati diri koperasi (co-operative identity) yang antara lain dicitrakan oleh pengetahuan mereka terhadap ‘tiga serangkai’ koperasi, yaitu pengertian koperasi (definition of co-operative), nilai-nilai koperasi (values of co-operative) dan prinsip-prinsip gerakan koperasi (principles of co-operative) (International Co-operative Information Centre, 1996). Pemahaman akan jati diri koperasi merupakan entry point dan sekaligus juga crucial point dalam mengimplementasikan jati diri tersebut pada segala aktifitas koperasi. Sebagai catatan tambahan, aparatur pemerintah terutama departemen yang membidangi masalah koperasi perlu pula untuk memahami secara utuh dan mendalam mengenai perkoperasian, sehingga komentar yang dilontarkan oleh pejabat tidak terkesan kurang memahami akar persoalan koperasi, seperti kritik yang pernah dilontarkan oleh berbagai kalangan, diantaranya oleh Baga (2003).
b.    Dalam menjalankan usahanya, pengurus koperasi harus mampu mengidentifikasi kebutuhan kolektif anggotanya (collective need of the member) dan memenuhi kebutuhan tersebut. Proses untuk menemukan kebutuhan kolektif anggota sifatnya kondisional dan lokal spesifik. Dengan mempertimbangkan aspirasi anggota-anggotanya, sangat dimungkinkan kebutuhan kolektif setiap koperasi berbeda-beda. Misalnya di suatu kawasan sentra produksi komoditas pertanian (buah-buahan) bisa saja didirikan koperasi. Kehadiran lembaga koperasi yang didirikan oleh dan untuk anggota akan memperlancar proses produksinya, misalnya dengan menyediakan input produksi, memberikan bimbingan teknis produksi, pembukuan usaha, pengemasan dan pemasaran produk.
c.     Kesungguhan kerja pengurus dan karyawan dalam mengelola koperasi. Disamping kerja keras, figur pengurus koperasi hendaknya dipilih orang yang amanah, jujur serta transparan.
d.    Kegiatan (usaha) koperasi bersinergi dengan aktifitas usaha anggotanya.
e.     Adanya efektifitas biaya transaksi antara koperasi dengan anggotanya sehingga biaya tersebut lebih kecil jika dibandingkan biaya transaksi yang dibebankan oleh lembaga non-koperasi.
Koperasi di Indonesia, menurut UU tahun 1992, didefinisikan sebagai badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Di Indonesia, prinsip koperasi telah dicantumkan dalam UU No. 12 Tahun 1967 dan UU No. 25 Tahun 1992. Prinsip koperasi di Indonesia kurang lebih sama dengan prinsip yang diakui dunia internasional dengan adanya sedikit perbedaan, yaitu adanya penjelasan mengenai SHU (Sisa Hasil Usaha).
Ekonomi Kerakyatan dalam arti yang lebih luas mencakup kehidupan petani, nelayan, pedagang asongan, tukang ojek dan pedagang kaki lima, yang kepentingan-kepentingan ekonominya selalu dapat lebih mudah dibantu atau diperjuangkan melalui koperasi. Kepentingan-kepentingan ekonomi rakyat seperti inilah yang kurang mendapat perhatian oleh pengambil kebijakan ekonomi. Ekonomi rakyat seperti ini dapat dikategorikan sebagai bisnis tetapi sesunguhnya merupakan kegiatan hidup sehari-hari yang sama sekali bukan kegiatan bisnis yang mengejar untung.
Hal ini dibuktikan dari kehidupan rakyat kecil makin berat karena penduduk desa yang tidak memiliki tanah harus bekerja pada kebun-kebun milik pemerintah yang menjadi semacam pajak. Produksi pangan rakyat merosot dan timbul kelaparan di berbagai tempat. Dengan demikian kalau konsep Ekonomi kerakyatan ini benar-benar bangkit maka secara otomatis mata pencaharian sebagian besar rakyat memiliki daya tahan tinggi terhadap ancaman dan goncangan-goncangan harga internasional. Pada saat terjadi depresi dimana lemahnya bangkitan ekonomi kerakyatan di Indonesia.
Kini Wadah koperasi yang di bentuk di kampung-kampung merupakan sebuah wadah untuk memperkuat ekonomi kerakyatan. Ekonomi rakyat terutama yang dikampung dapat diperkuat melalui wadah Koperasi. Wadah koperasi ini mempunyai peran yang sangat besar dalam membuka kesempatan dan peluang usaha masyarakat di kampung, selain sebagai agen pendistribusian hasil-hasil produk masyarakat, dan media penyedia barang-barang konsumsi. Wadah ini juga sebagai sebuah kegiatan produksi dan konsumsi yang apabila dikerjakan sendiri-sendiri tidak akan berhasil, tetapi melalui organisasi koperasi yang menerima tugas dari anggota untuk memperjuangkannya dapat berhasil.
Ekonomi Rakyat adalah usaha ekonomi yang tegas tidak mengejar keuntungan tunai, tetapi dilaksanakan hanya untuk memperoleh pendapatan bagi pemenuhan kebutuhan keluarga secara langsung untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, dan kebutuhan-kebutuhan keluarga lain dalam arti luas, yang semuanya mendesak dipenuhi dalam rangka merubah pola kultural masyarakat untuk berpikir secara produktif dan pada akhirnya ekonomi masyarakat dapat bangkit dan tersedia sebuah wadah koperasi yang sangat membantu perekonomian masyarakatnya.
Ekonomi kerakyatan merupakan tata laksana ekonomi yang bersifat kerakyatan yaitu penyelenggaraan ekonomi yang memberi dampak kepada kesejahteraan rakyat kecil dan kemajuan ekonomi rakyat yaitu keseluruhan aktivitas perekonomian yang dilakukan oleh rakyat kecil. Ekonomi kerakyatan lebih menunjuk pada sila ke-4 Pancasila, yang menekankan pada sifat demokratis sistem ekonomi Indonesia. Dalam demokrasi ekonomi Indonesia, produksi tidak hanya dikerjakan oleh sebagian warga tetapi oleh semua warga masyarakat, dan hasilnya dibagikan kepada semua anggota masyarakat secara adil dan merata, seperti yang telah dijelaskan dalam UUD 1945  pasal 33. Kunci kemajuan dari ekonomi nasional di masa depan adalah ekonomi kerakyatan dan ekonomi pancasila merupakan aturan main semua pelaku ekonomi.
Sistem  Ekonomi kerakyatan memiliki fungsi yang kuat dalam membantu masyarakat karena langsung berhubungan dengan urat nadi kehidupan masyarakat. Sistem ekonomi kerakyatan perlu lebih diberdayakan agar mampu menjadi salah satu mesin bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dan sekaligus alat ampuh untuk lebih memeratakan ‘pembangunan’ sejalan dengan program pengentasan kemiskinan. System ekonomi kerakyatan di Indonesia memang masih belum terlaksana dengan baik. Oleh karena itu pemerintah mengupayakan untuk mendirikan koperasi sebagai wadah dalam memperlancar perekonomian rakyat.
Sebenarnya, ekonomi kerakyatan merupakan symbol dari suatu system yang memiliki dampak terhadap perilaku ekonomi yang memang masih rendah dan memang layak untuk mendapatkan prioritas utama penanganan pemerintah. Sebagaimana diketahui, perbedaan koperasi dari perusahaan perseroan terletak pada diterapkannya prinsip keterbukaan bagi semua pihak yang mempunyai kepentingan dalam lapangan usaha yang dijalankan oleh koperasi untuk turut menjadi anggota koperasi.
Sistem Ekonomi kerakyatan dapat diperkuat dengan adanya koperasi, dengan adanya koperasi kegiatan produksi dan konsumsi yang apabila dikerjakan sendiri-sendiri tidak akan berhasil, tetapi melalui organisasi koperasi yang menerima tugas dari anggota untuk memperjuangkannya ternyata dapat berhasil. Sistem Ekonomi kerakyatan merupakan usaha ekonomi yang tegas-tegas tidak mengejar keuntungan tunai, tetapi dilaksanakan untuk sekedar memperoleh pendapatan bagi pemenuhan kebutuhan keluarga secara langsung untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, dan kebutuhan-kebutuhan keluarga lain dalam arti luas, yang semuanya mendesak dipenuhi dalam rangka pelaksanaan pekerjaan para anggota koperasi.
Tujuan utama dalam penyelenggaraan system ekonomi kerakyatan melalui gerakan koperasi adalah untuk mewujudkan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia ( sebagaimana telah tercantum dalam sila ke-5 ) melalui peningkatan kemampuan masyarakat terhadap pengendaliannya roda perekonomian di Indonesia. Apabila setiap pelaku ekonomi menerapkannya, kemungkinan tersedianya peluang kerja dan penghidupan yang layak baik dari segi perekonomian bawah dapat diatasi dengan baik. Adanya jaminan social bagi anggota masyarakat yang membutuhkan terutama fakir miskin dan anak-anak yang terlantar. Yang lebih penting adalah terselenggaranya system belajar mengajar bagi setiap anggota masyarakat.
Telah diketahui sebelumnya bahwa krisis ekonomi yang melanda Indonesia bahkan tentang persoalan globalisasi dalam perekonomian, membuat pemerintah dan para pihak yang bersangkutan mencari pengupayaan untuk mengatasi persoalan tersebut. Tidak mudah memang menjalankan program yang telah di canangkan. Akan tetapi, dengan kehadirannya system ekonomi kerakyatan di Indonesia memang sedikit membantu dalam mengatasi permasalahan tersebut. Walaupun penggunaan ungkapan itu dalam realisasinya cenderung belum terlaksana dengan ungkapan ekonomi rakyat, justru cenderung dipandang seolah-olah merupakan idealisme baru dalam perekonomian Indonesia. Ekonomi kerakyatan dalam arti yang lebih luas mencakup kehidupan petani, nelayan, tukang becak dan pedagang kaki lima, yang kepentingan-kepentingan ekonominya selalu dapat lebih mudah dibantu dan diperjuangkan melalui koperasi. Peranan koperasi di Indonesia sesungguhnya untuk mengelola usaha dengan baik, menyejahterakan anggotanya dan sekaligus berfungsi sebagai kekuatan pengimbang dalam sistem ekonomi kerakyatan di Indonesia, misalnya telah memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian bangsa Indonesia. Dengan mendirikan koperasi diharapkan masyarakat setempat mempunyai peluang besar untuk memanfaatkan potensi dan asset ekonomi yang ada di daerahnya. Peran koperasi di pedesaan telah menggantikan fungsi bank konvensional atau syariah sehingga koperasi sering disebut pula sebagai banknya rakyat karena koperasi tersebut beroperasi dengan menerapkan sistem perbankan yang sudah diatur oleh pemerintah di Indonesia. Agar tetap bisa mengikuti perkembangan zaman, koperasi ahrus bisa memberikan sumbangan nyata kepada pemberdayaan ekonomi rakyat. Dengan begitu, koperasi akan menjadi sokoguru perekonomian nasional tidak akan mampu untuk bersaing dengan pelaku ekonomi lain baik pemerintah maupun swasta.

BAB III
KESIMPULAN

Koperasi di Indonesia, menurut UU tahun 1992, didefinisikan sebagai badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Di Indonesia, prinsip koperasi telah dicantumkan dalam UU No. 12 Tahun 1967 dan UU No. 25 Tahun 1992. Prinsip koperasi di Indonesia kurang lebih sama dengan prinsip yang diakui dunia internasional dengan adanya sedikit perbedaan, yaitu adanya penjelasan mengenai SHU (Sisa Hasil Usaha).
Kemungkinan koperasi untuk memperoleh keunggulan komparatif dari perusahaan lain cukup besar mengingat koperasi mempunyai potensi kelebihan antara lain pada skala ekonomi, aktivitas yang nyata, faktor-faktor precuniary, dan lain-lain.
Kewirausahaan koperasi adalah suatu sikap mental positif dalam berusaha secara koperatif, dengan mengambil prakarsa inovatif serta keberanian mengambil risiko dan berpegang teguh pada prinsip identitas koperasi, dalam mewujudkan terpenuhinya kebutuhan nyata serta peningkatan kesejahteraan bersama. Dari definisi tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa kewirausahaan koperasi merupakan sikap mental positif dalam berusaha secara koperatif.
Tugas utama wirakop adalah mengambil prakarsa inovatif, artinya berusaha mencari, menemukan, dan memanfaatkan peluang yang ada demi kepentingan bersama. Kewirausahaan dalam koperasi dapat dilakukan oleh anggota, manajer birokrat yang berperan dalam pembangunan koperasi dan katalis, yaitu orang yang peduli terhadap pengembangan koperasi.
Sebagai sesama anak bangsa, kita terpanggil untuk secara bersama-sama memberdayakan koperasi sehingga koperasi bukan hanya berperan sebagai lembaga yang menjalankan usaha saja, namun koperasi bisa menjadi alternatif kegiatan ekonomi yang mampu menyejahterakan anggota serta sekaligus berfungsi sebagai kekuatan pengimbang dalam sistem perekonomian. Dengan kata lain, kita mengharapkan tumbuh berkembangnya koperasi yang memiliki competitive advantage dan bargaining position yang setara dengan pelaku ekonomi lainnya.



REFERENSI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar