BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Koperasi Indonesia muncul dalam
Pasal 33 UUD 1945. Khususnya dalam Penjelasan-nya. Meskipun Pasal 33
telah diamandemen dan Penjelasan tidak lagi ada namun secara ideologis
dan historis-normatif koperasi tidak bisa dilepaskan dari Pasal 33. Bukan Pasal
33 yang melahirkan koperasi, tetapi gerakan koperasilah (yang menyadari makna
demokrasi ekonomi di zaman prakemerdekaan) yang melahirkan Pasal 33 UUD 1945.
Hingga sekarang UUD 1945 yang
telah diamandemen masih merupakan persoalan yang belum berakhir, merupakan
pertentangan nasional serius dan masih harus dianggap belum final. Gerakan
koperasi harus tetap bertekad memperjuangkan cita-cita dasarnya agar amandemen
tersebut diamandemen ulang. Perkataan serta ide dasar koperasi harus tetap
diperjuangkan oleh gerakan koperasi agar dapat tercantum kembali di dalam UUD
1945. Tekad ini berdasarkan alasan yang sangat mendasar, yaitu: sesuai dengan
kesepakatan 11 Fraksi di MPR maka hal-hal yang bersifat normatif dalam Penjelasan
UUD 1945 harus dapat diangkat di dalam pasal-pasal hasil amandemen. “Koperasi
sebagai bangun perusahaan yang sesuai”, jelas merupakan hal yang normatif. Hal
ini telah diingkari oleh MPR/PAH I dan Komisi Amandemen. Dengan demikian
koperasi yang berkedudukan sangat sentral di dalam Pasal UUD 1945 (asli) telah
disingkirkan, dengan kata lain Pasal 33 UUD 1945 tidak diamandemenkan tetapi
telah secara normatif-substantif diubah.
Dengan demikian di dalam
pengajaran mata kuliah Koperasi, maka silabus mata kuliah Koperasi harus dengan
tegas meliputi tataran makro dan tataran mikro.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui kinerja Sistem Ekonomi Kerakyatan Melalui
Wadah Gerakan Koperasi Indonesia.
BAB II
PERMASALAHAN
2.1 Permasalahan
Di antara tugas berat
pemerintahan baru dibawah Presiden Susilo Bambang Yudoyono adalah bagaimana
membangkitkan kembali dan sekaligus mengakselerasikan pertumbuhan ekonomi
nasional pasca krisis moneter. Ekonomi kerakyatan sebagai suatu sistem ekonomi
yang memberikan pemihakan kepada pelaku ekonomi lemah kiranya pantas
mendapatkan prioritas utama penanganan. Hal ini bukan saja karena ekonomi
kerakyatan memiliki pijakan konstitusional yang kuat, namun juga karena ia
gayut langsung dengan nadi kehidupan rakyat kecil yang secara obyektif perlu
lebih diberdayakan agar mampu menjadi salah satu ‘engine’ bagi
peningkatan kesejahteraan rakyat (social welfare) dan sekaligus alat
ampuh untuk lebih memeratakan ‘kue pembangunan’ sejalan dengan program
pengentasan kemiskinan (poverty alleviation).
1. Pengantar
Krisis moneter yang melanda
beberapa negara di kawasan Asia (Korea, Thailand, Indonesia, Malaysia) pada
tahun 1997 setidaknya menjadi saksi sejarah dan sekaligus memberikan pelajaran
sangat berharga bahwa sesungguhnya pengembangan ekonomi bangsa yang berbasis
konglomerasi itu rentan terhadap badai krisis moneter. Sementara itu, pada saat
yang sama kita dapat menyaksikan bahwa ekonomi kerakyatan (diantara mereka
adalah koperasi), yang sangat berbeda jauh karakteristiknya dengan ekonomi
konglomerasi, mampu menunjukkan daya tahannya terhadap gempuran badai krisis
moneter yang melanda Indonesia.
Pada sisi lain, era globalisasi
dan perdagangan bebas yang disponsori oleh kekuatan kapitalis membawa
konsekuensi logis antara lain semakin ketatnya persaingan usaha diantara
pelaku-pelaku ekonomi berskala internasional. Banyak pihak mengkritik, antara
lain Baswir (2003), bahwa konsep perdagangan bebas cenderung mengutamakan
kepentingan kaum kapitalis dan mengabaikan perbedaan kepentingan ekonomi antara
berbagai strata sosial yang terdapat dalam masyarakat.
Dalam sistem perdagangan bebas
tersebut, perusahaan-perusahaan multi nasional yang dikelola dengan
mengedepankan prinsip ekonomi yang rasional, misalnya melalui penerapan prinsip
efektifitas, efisiensi dan produktifitas akan berhadapan dengan, antara lain,
koperasi yang dalam banyak hal tidak sebanding kekuatannya. Oleh karena itu agar
tetap survive, maka koperasi yang oleh Anthony Giddens (dalam Rahardjo, 2002)
dipopulerkan sebagai the third way, perlu diberdayakan dan melakukan
antisipasi sejak dini, apakah dengan membentuk jaringan kerjasama antar
koperasi dari berbagai negara, melakukan merger antar koperasi sejenis, atau
melakukan langkah antisipatif lainnya.
2. Koperasi
Sebagai Penjelmaan Ekonomi Rakyat
Dalam konteks ekonomi kerakyatan
atau demokrasi ekonomi, kegiatan produksi dan konsumsi dilakukan oleh semua
warga masyarakat dan untuk warga masyarakat, sedangkan pengelolaannya dibawah
pimpinan dan pengawasan anggota masyarakat sendiri (Mubyarto, 2002). Prinsip
demokrasi ekonomi tersebut hanya dapat diimplementasikan dalam wadah koperasi
yang berasaskan kekeluargaan.
Secara operasional, jika koperasi
menjadi lebih berdaya, maka kegiatan produksi dan konsumsi yang jika dikerjakan
sendiri-sendiri tidak akan berhasil, maka melalui koperasi yang telah
mendapatkan mandat dari anggota-anggotanya hal tersebut dapat dilakukan dengan
lebih berhasil. Dengan kata lain, kepentingan ekonomi rakyat, terutama kelompok
masyarakat yang berada pada aras ekonomi kelas bawah (misalnya petani, nelayan,
pedagang kaki lima) akan relatif lebih mudah diperjuangkan kepentingan
ekonominya melalui wadah koperasi. Inilah sesungguhnya yang menjadi latar
belakang pentingnya pemberdayaan koperasi.
3. Citra
dan Peran Koperasi di Berbagai Negara
Secara obyektif disadari bahwa
disamping ada koperasi yang sukses dan mampu meningkatkan kesejahteraan
anggotanya, terdapat pula koperasi di Indonesia (bahkan mungkin jauh lebih
banyak kuantitasnya) yang kinerjanya belum seperti yang kita harapkan. Koperasi
pada kategori kedua inilah yang memberi beban psikis, handycap dan juga
‘trauma’ bagi sebagian kalangan akan manfaat berkoperasi.
Oleh karena itu, disini perlu
dipaparkan beberapa contoh untuk lebih meyakinkan kita semua bahwa sesungguhnya
sistem koperasi mampu untuk mengelola usaha dengan baik, menyejahterakan
anggotanya dan sekaligus berfungsi sebagai kekuatan pengimbang (countervailing
power) dalam sistem ekonomi.
Koperasi di Jerman, misalnya,
telah memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian bangsa, sebagaimana halnya
koperasi-koperasi di negara-negara skandinavia. Koperasi konsumen di beberapa
negara maju, misalnya Singapura, Jepang, Kanada dan Finlandia mampu menjadi
pesaing terkuat perusahaan raksasa ritel asing yang mencoba masuk ke negara
tersebut (Mutis, 2003). Bahkan di beberapa negara maju tersebut, mereka
berusaha untuk mengarahkan perusahaannya agar berbentuk koperasi. Dengan
membangun perusahaan yang berbentuk koperasi diharapkan masyarakat setempat
mempunyai peluang besar untuk memanfaatkan potensi dan asset ekonomi yang ada
di daerahnya.
Di Indonesia, menurut Ketua Umum
Dekopin, saat ini terdapat sekitar 116.000 unit koperasi (Kompas, 2004). Ini
adalah suatu jumlah yang sangat besar dan potensial untuk dikembangkan.
Seandainya dari jumlah tersebut terdapat 20-30% saja yang kinerjanya bagus,
tentu peran koperasi bagi perekonomian nasional akan sangat signifikan.
Sementara itu di Amerika Serikat
jumlah anggota koperasi kredit (credit union) mencapai sekitar 80 juta
orang dengan rerata simpanannya 3000 dollar (Mutis, 2001). Di Negara Paman Sam
ini koperasi kredit berperan penting terutama di lingkungan industri, misalnya
dalam pemantauan kepemilikan saham karyawan dan menyalurkan gaji karyawan.
Begitu pentingnya peran koperasi kredit ini sehingga para buruh di Amerika
Serikat dan Kanada sering memberikan julukan koperasi kredit sebagai people’s
bank, yang dimiliki oleh anggota dan memberikan layanan kepada anggotanya
pula.
Di Jepang, koperasi menjadi wadah
perekonomian pedesaan yang berbasis pertanian. Peran koperasi di pedesaan
Jepang telah menggantikan fungsi bank sehingga koperasi sering disebut pula sebagai
‘bank rakyat’ karena koperasi tersebut beroperasi dengan menerapkan sistem
perbankan (Rahardjo, 2002).
Contoh lain adalah perdagangan
bunga di Belanda. Mayoritas perdagangan bunga disana digerakkan oleh koperasi
bunga yang dimiliki oleh para petani setempat. Juga Koperasi Sunkis di
California (AS) yang mensuplai bahan dasar untuk pabrik Coca Cola, sehingga
pabrik tersebut tidak perlu membuat kebun sendiri. Dengan demikian pabrik Coca
Cola cukup membeli sunkis dari Koperasi Sunkis yang dimiliki oleh para petani
sunkis (Mutis, 2001). Di Indonesia, banyak juga kita jumpai koperasi yang
berhasil, misalnya GKBI yang bergerak dalam bidang usaha batik, KOPTI yang
bergerak dalam bidang usaha tahu dan tempe (Krisnamurthi, 2002), Koperasi
Wanita Setia Bhakti Wanita di Surabaya, dan KOSUDGAMA di Yogyakarta untuk jenis
koperasi yang berbasis di perguruan tinggi, dan masih banyak contoh lagi.
4.
Pemberdayaan Koperasi: Menggali Key Success
Factor
Mengkaji kisah sukses dari
berbagai koperasi, terutama koperasi di Indonesia, kiranya dapat disarikan
beberapa faktor kunci yang urgent dalam pengembangan dan pemberdayaan
koperasi. Diantara faktor penting tersebut, antara lain:
a. Pemahaman
pengurus dan anggota akan jati diri koperasi (co-operative identity)
yang antara lain dicitrakan oleh pengetahuan mereka terhadap ‘tiga serangkai’
koperasi, yaitu pengertian koperasi (definition of co-operative),
nilai-nilai koperasi (values of co-operative) dan prinsip-prinsip
gerakan koperasi (principles of co-operative) (International
Co-operative Information Centre, 1996). Pemahaman akan jati diri koperasi
merupakan entry point dan sekaligus juga crucial point dalam
mengimplementasikan jati diri tersebut pada segala aktifitas koperasi. Sebagai
catatan tambahan, aparatur pemerintah terutama departemen yang membidangi
masalah koperasi perlu pula untuk memahami secara utuh dan mendalam mengenai
perkoperasian, sehingga komentar yang dilontarkan oleh pejabat tidak terkesan
kurang memahami akar persoalan koperasi, seperti kritik yang pernah dilontarkan
oleh berbagai kalangan, diantaranya oleh Baga (2003).
b. Dalam menjalankan usahanya,
pengurus koperasi harus mampu mengidentifikasi kebutuhan kolektif anggotanya (collective
need of the member) dan memenuhi kebutuhan tersebut. Proses untuk menemukan
kebutuhan kolektif anggota sifatnya kondisional dan lokal spesifik. Dengan
mempertimbangkan aspirasi anggota-anggotanya, sangat dimungkinkan kebutuhan
kolektif setiap koperasi berbeda-beda. Misalnya di suatu kawasan sentra
produksi komoditas pertanian (buah-buahan) bisa saja didirikan koperasi.
Kehadiran lembaga koperasi yang didirikan oleh dan untuk anggota akan
memperlancar proses produksinya, misalnya dengan menyediakan input produksi,
memberikan bimbingan teknis produksi, pembukuan usaha, pengemasan dan pemasaran
produk.
c. Kesungguhan
kerja pengurus dan karyawan dalam mengelola koperasi. Disamping kerja keras,
figur pengurus koperasi hendaknya dipilih orang yang amanah, jujur serta
transparan.
d. Kegiatan (usaha) koperasi
bersinergi dengan aktifitas usaha anggotanya.
e. Adanya
efektifitas biaya transaksi antara koperasi dengan anggotanya sehingga biaya
tersebut lebih kecil jika dibandingkan biaya transaksi yang dibebankan oleh
lembaga non-koperasi.
Koperasi di Indonesia, menurut UU tahun 1992,
didefinisikan sebagai badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan
hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip
koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas
kekeluargaan. Di Indonesia, prinsip koperasi telah dicantumkan dalam UU No. 12
Tahun 1967 dan UU No. 25 Tahun 1992. Prinsip koperasi di Indonesia kurang lebih
sama dengan prinsip yang diakui dunia internasional dengan adanya sedikit
perbedaan, yaitu adanya penjelasan mengenai SHU (Sisa Hasil Usaha).
Ekonomi Kerakyatan dalam arti yang lebih luas mencakup
kehidupan petani, nelayan, pedagang asongan, tukang ojek dan pedagang kaki
lima, yang kepentingan-kepentingan ekonominya selalu dapat lebih mudah dibantu
atau diperjuangkan melalui koperasi. Kepentingan-kepentingan ekonomi rakyat
seperti inilah yang kurang mendapat perhatian oleh pengambil kebijakan ekonomi.
Ekonomi rakyat seperti ini dapat dikategorikan sebagai bisnis tetapi
sesunguhnya merupakan kegiatan hidup sehari-hari yang sama sekali bukan
kegiatan bisnis yang mengejar untung.
Hal ini dibuktikan dari kehidupan rakyat kecil makin
berat karena penduduk desa yang tidak memiliki tanah harus bekerja pada
kebun-kebun milik pemerintah yang menjadi semacam pajak. Produksi pangan rakyat
merosot dan timbul kelaparan di berbagai tempat. Dengan demikian kalau konsep
Ekonomi kerakyatan ini benar-benar bangkit maka secara otomatis mata
pencaharian sebagian besar rakyat memiliki daya tahan tinggi terhadap ancaman
dan goncangan-goncangan harga internasional. Pada saat terjadi depresi dimana
lemahnya bangkitan ekonomi kerakyatan di Indonesia.
Kini Wadah koperasi yang di bentuk di kampung-kampung
merupakan sebuah wadah untuk memperkuat ekonomi kerakyatan. Ekonomi rakyat
terutama yang dikampung dapat diperkuat melalui wadah Koperasi. Wadah koperasi
ini mempunyai peran yang sangat besar dalam membuka kesempatan dan peluang
usaha masyarakat di kampung, selain sebagai agen pendistribusian hasil-hasil
produk masyarakat, dan media penyedia barang-barang konsumsi. Wadah ini juga
sebagai sebuah kegiatan produksi dan konsumsi yang apabila dikerjakan
sendiri-sendiri tidak akan berhasil, tetapi melalui organisasi koperasi yang menerima
tugas dari anggota untuk memperjuangkannya dapat berhasil.
Ekonomi Rakyat adalah usaha ekonomi yang tegas tidak
mengejar keuntungan tunai, tetapi dilaksanakan hanya untuk memperoleh
pendapatan bagi pemenuhan kebutuhan keluarga secara langsung untuk memenuhi
kebutuhan pangan, sandang, papan, dan kebutuhan-kebutuhan keluarga lain dalam
arti luas, yang semuanya mendesak dipenuhi dalam rangka merubah pola kultural
masyarakat untuk berpikir secara produktif dan pada akhirnya ekonomi masyarakat
dapat bangkit dan tersedia sebuah wadah koperasi yang sangat membantu
perekonomian masyarakatnya.
Ekonomi
kerakyatan merupakan tata laksana ekonomi yang bersifat kerakyatan yaitu
penyelenggaraan ekonomi yang memberi dampak kepada kesejahteraan rakyat kecil
dan kemajuan ekonomi rakyat yaitu keseluruhan aktivitas perekonomian yang
dilakukan oleh rakyat kecil. Ekonomi kerakyatan lebih menunjuk pada sila ke-4
Pancasila, yang menekankan pada sifat demokratis sistem ekonomi Indonesia.
Dalam demokrasi ekonomi Indonesia, produksi tidak hanya dikerjakan oleh
sebagian warga tetapi oleh semua warga masyarakat, dan hasilnya dibagikan
kepada semua anggota masyarakat secara adil dan merata, seperti yang telah
dijelaskan dalam UUD 1945 pasal 33. Kunci kemajuan dari ekonomi nasional
di masa depan adalah ekonomi kerakyatan dan ekonomi pancasila merupakan aturan
main semua pelaku ekonomi.
Sistem
Ekonomi kerakyatan memiliki fungsi yang kuat dalam membantu masyarakat karena
langsung berhubungan dengan urat nadi kehidupan masyarakat. Sistem ekonomi
kerakyatan perlu lebih diberdayakan agar mampu menjadi salah satu mesin bagi
peningkatan kesejahteraan rakyat dan sekaligus alat ampuh untuk lebih
memeratakan ‘pembangunan’ sejalan dengan program pengentasan kemiskinan. System
ekonomi kerakyatan di Indonesia memang masih belum terlaksana dengan baik. Oleh
karena itu pemerintah mengupayakan untuk mendirikan koperasi sebagai wadah
dalam memperlancar perekonomian rakyat.
Sebenarnya,
ekonomi kerakyatan merupakan symbol dari suatu system yang memiliki dampak
terhadap perilaku ekonomi yang memang masih rendah dan memang layak untuk
mendapatkan prioritas utama penanganan pemerintah. Sebagaimana diketahui,
perbedaan koperasi dari perusahaan perseroan terletak pada diterapkannya
prinsip keterbukaan bagi semua pihak yang mempunyai kepentingan dalam lapangan
usaha yang dijalankan oleh koperasi untuk turut menjadi anggota koperasi.
Sistem Ekonomi
kerakyatan dapat diperkuat dengan adanya koperasi, dengan adanya koperasi
kegiatan produksi dan konsumsi yang apabila dikerjakan sendiri-sendiri tidak
akan berhasil, tetapi melalui organisasi koperasi yang menerima tugas dari
anggota untuk memperjuangkannya ternyata dapat berhasil. Sistem Ekonomi
kerakyatan merupakan usaha ekonomi yang tegas-tegas tidak mengejar keuntungan
tunai, tetapi dilaksanakan untuk sekedar memperoleh pendapatan bagi pemenuhan
kebutuhan keluarga secara langsung untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang,
papan, dan kebutuhan-kebutuhan keluarga lain dalam arti luas, yang semuanya
mendesak dipenuhi dalam rangka pelaksanaan pekerjaan para anggota koperasi.
Tujuan utama
dalam penyelenggaraan system ekonomi kerakyatan melalui gerakan koperasi adalah
untuk mewujudkan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia ( sebagaimana
telah tercantum dalam sila ke-5 ) melalui peningkatan kemampuan masyarakat
terhadap pengendaliannya roda perekonomian di Indonesia. Apabila setiap pelaku
ekonomi menerapkannya, kemungkinan tersedianya peluang kerja dan penghidupan
yang layak baik dari segi perekonomian bawah dapat diatasi dengan baik. Adanya
jaminan social bagi anggota masyarakat yang membutuhkan terutama fakir miskin
dan anak-anak yang terlantar. Yang lebih penting adalah terselenggaranya system
belajar mengajar bagi setiap anggota masyarakat.
Telah diketahui
sebelumnya bahwa krisis ekonomi yang melanda Indonesia bahkan tentang persoalan
globalisasi dalam perekonomian, membuat pemerintah dan para pihak yang
bersangkutan mencari pengupayaan untuk mengatasi persoalan tersebut. Tidak
mudah memang menjalankan program yang telah di canangkan. Akan tetapi, dengan
kehadirannya system ekonomi kerakyatan di Indonesia memang sedikit membantu
dalam mengatasi permasalahan tersebut. Walaupun penggunaan ungkapan itu dalam
realisasinya cenderung belum terlaksana dengan ungkapan ekonomi rakyat, justru
cenderung dipandang seolah-olah merupakan idealisme baru dalam perekonomian
Indonesia. Ekonomi kerakyatan dalam arti yang lebih luas mencakup kehidupan
petani, nelayan, tukang becak dan pedagang kaki lima, yang
kepentingan-kepentingan ekonominya selalu dapat lebih mudah dibantu dan
diperjuangkan melalui koperasi. Peranan koperasi di Indonesia sesungguhnya
untuk mengelola usaha dengan baik, menyejahterakan anggotanya dan sekaligus
berfungsi sebagai kekuatan pengimbang dalam sistem ekonomi kerakyatan di
Indonesia, misalnya telah memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian bangsa
Indonesia. Dengan mendirikan koperasi diharapkan masyarakat setempat mempunyai
peluang besar untuk memanfaatkan potensi dan asset ekonomi yang ada di
daerahnya. Peran koperasi di pedesaan telah menggantikan fungsi bank
konvensional atau syariah sehingga koperasi sering disebut pula sebagai banknya
rakyat karena koperasi tersebut beroperasi dengan menerapkan sistem perbankan
yang sudah diatur oleh pemerintah di Indonesia. Agar tetap bisa mengikuti
perkembangan zaman, koperasi ahrus bisa memberikan sumbangan nyata kepada
pemberdayaan ekonomi rakyat. Dengan begitu, koperasi akan menjadi sokoguru
perekonomian nasional tidak akan mampu untuk bersaing dengan pelaku ekonomi lain
baik pemerintah maupun swasta.
BAB III
KESIMPULAN
Koperasi di Indonesia, menurut UU tahun
1992, didefinisikan sebagai badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau
badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip
koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang
berdasar atas asas kekeluargaan. Di Indonesia, prinsip
koperasi telah dicantumkan dalam UU No. 12 Tahun 1967 dan UU No. 25 Tahun 1992.
Prinsip koperasi di Indonesia kurang lebih sama dengan prinsip yang diakui
dunia internasional dengan adanya sedikit perbedaan, yaitu adanya penjelasan
mengenai SHU (Sisa Hasil Usaha).
Kemungkinan
koperasi untuk memperoleh keunggulan komparatif dari perusahaan lain cukup besar mengingat koperasi mempunyai potensi kelebihan antara
lain pada skala ekonomi, aktivitas
yang nyata, faktor-faktor precuniary, dan lain-lain.
Kewirausahaan
koperasi adalah suatu sikap mental positif dalam berusaha secara koperatif, dengan mengambil prakarsa inovatif serta
keberanian mengambil risiko dan berpegang teguh pada prinsip
identitas koperasi, dalam mewujudkan terpenuhinya kebutuhan nyata serta
peningkatan kesejahteraan bersama. Dari definisi tersebut, maka dapat
dikemukakan bahwa kewirausahaan koperasi merupakan sikap mental positif dalam
berusaha secara koperatif.
Tugas utama
wirakop adalah mengambil prakarsa inovatif, artinya berusaha mencari,
menemukan, dan memanfaatkan peluang yang ada demi kepentingan bersama. Kewirausahaan
dalam koperasi dapat dilakukan oleh anggota, manajer birokrat yang berperan dalam pembangunan koperasi dan katalis, yaitu orang yang
peduli terhadap pengembangan koperasi.
Sebagai sesama anak bangsa, kita
terpanggil untuk secara bersama-sama memberdayakan koperasi sehingga koperasi
bukan hanya berperan sebagai lembaga yang menjalankan usaha saja, namun
koperasi bisa menjadi alternatif kegiatan ekonomi yang mampu menyejahterakan
anggota serta sekaligus berfungsi sebagai kekuatan pengimbang dalam sistem
perekonomian. Dengan kata lain, kita mengharapkan tumbuh berkembangnya koperasi
yang memiliki competitive advantage dan bargaining position yang
setara dengan pelaku ekonomi lainnya.
REFERENSI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar